Kamis, 24 Desember 2015

Cerpen Aku dan Alif

Aku dan Alif
Namaku Dafi, aku adalah anak seorang pengusaha kilang minyak yang kaya raya. Kehidupanku mewah, apa pun yang ku mau pasti ku mendapatkannya tanpa harus susah payah. Kehidupanku sangatlah tidak seperti apa yang orang-orang bayangkan, aku tidak mempunyai teman atau sahabat karena di sekolah aku adalah pribadi yang sangat pendiam dan dingin. Anak-anak lain yang satu sekolah denganku juga sama sepertiku, seperti memiliki kehidupan masing-masing dan kurang bersosialisasi dengan anak lainnya. Setelah aku lulus SMP aku pun meminta sekolah di sekolah pilihanku sendiri, karena saat aku duduk di seklah dasar dan sekolah menengah pertama aku dipilihkan sekolah oleh kedua orang tuaku.
Sekarang aku sekolah di sebuah SMA swasta, saat mos aku mendapat teman  tapi cuman sementara karena aku pendiam, susah untukku bergaul apalagi dengan lingkungan yang baru ku kenal. 2 jam setelah mos di lapangan aku pun mendapat kelas baru bersama anak-anak lainnya. Waktu itu ada seseorang yang mendekatiku, namanya Alif. Dia anak kurang mampu tapi dia memiliki banyak teman sewaktu MOS. Dia mendekatiku karena karena dia penasaran, karena aku tidak punya teman. Dia mendekatiku dengan memberikanku bekal makanan. Aku pun awalnya menolah tapi karena dia memaksa akhirnya aku pun mau menerimannya. Aku pun mulai berteman dengannya. Pertemananku dengan Alif tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya, aku mulai nyaman dan mungkin saja kami berdua bisa menjadi sahabat baik karena Alif sangat baik hati dan ramah. Dan dia bisa membuat aku mendapat teman yang baru, kehadiran Alif seakan membuka pintu baru untuk kehidupanku. Aku sekarang sudah tidak bersikap pendiam lagi dan aku diajarkan bersikap ramah oleh Alif. Bukannya aku tidak mau bersikap ramah, tetapi aku mempunyai alasan tersendiri.

 Keesokan harinya aku diajak kerumahnya. Kunyalakan motor merahku, kemudian aku berangkat menuju kerumah Alif. Dia anak yatim, ayahnya meninggal karena sakit stroke Karena tidak memiliki biaya sewaktu akan di bawa kerumah sakit satu minggu setelah itu ayahnyapun meninggal dunia. Satu minggu setelah ayahnya meninggal dunia, dia pun menggantikan posisi ayahnya sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarganya. Dia mempunyai adik perempuan yang bernama Aisyah yang sekarang duduk dibangku sekolah dasar. Adiknya pun ikut membantu ibu nya untuk mencari uang. Seusai pulang sekolah Alif pergi ke pasar untuk mencari nafkah untuk keluarganya, terkadang  dia menjadi kuli panggul di pasar. Aku pun sedih melihat kondisi rumahnya yang sudah banyak mengalami kerusakan dimana-mana. Pekerjaan ibunya sehari-hari adalah menjadi seorang buruh cuci yang dalam sehari hanya mendapatkan 10 ribu sampai 40 ribu rupiah, yang hasilnya terkadang hanya bisa untuk makan saja. Alif pun tidak pernah meminta apa-apa dari ibu nya. Untuk uang sekolah, dan uang saku Alif mendapatkannya dari hasil bekeja sebagai kuli panggul di pasar. Sungguh anak yang sangat mandiri tidak sepertiku, aku hanya perlu waktu beberapa menit untuk meminta sesuatu kepada ayahku yang selalu mengabulkan permintaanku itu.  
Sebenarnya aku ingin membantunya tetapi dia menolak dengan halus. Alasan nya karena iya masih bisa dan tidak mau mereppotkan ku. Saat hari minggu pun aku pergi kerumahnya untuk membantunya bekerja di pasar, awalnya dia menolak namun akhirnya dia mengizinkanku untuk ikut bekerja di pasar. Beban seberat 25 kg dipikul Alif dari pedagang sampai ke kendaraan pembelinya setiap hari. Sungguh aku tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Awalnya aku kesulitan membawa belanjaan dengan beban yang lumayan berat, tapi melihat semangat Alif aku jadi melupakan semuanya itu. Alif dan aku berkerja di pasar dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore, lelah rasanya tapi anehnya aku merasa senang. Ini adalah pertama kalinya aku bekerja dan mendapatkan uang dari hasil keringatku sendiri. Akhirnya aku dan Alif pun mendapat uang  80 ribu rupiah. Jam 5.30 sore kami berdua pulang kerumah Alif. Uang yang didapat kemudian diberikannya kepada ibu nya untuk membeli beras dan lauk pauk.
Keesokan harinya aku pergi berangkat kesekolah dengan menjemput Alif terlebih dahulu. Kuras sekarang ini aku benar-benar semangat untuk melakukan sesuatu, terutama pergi kesekolah dan bertemu teman-temanku.
Akhirnya kami sampai di sekolah dan pelajaran pun dimulai. Saat jam istirahat aku mengajak Alif pergi ke kantin ,tetapi Alif menolak dan malah pergi ke pepustakaan. Aku pun pergi ke kantin dan membelikannya makanan untuk kami berdua. Aku mengajak Alif duduk ditaman sambil memakan makanan dan membaca buku, aku bertanya alasan Alif tidak jajan, dan ternyata dia sedang menabung untuk membelikan adiknya tas dan sepatu baru. Tak terasa, bel masuk pun berbunyi dan kami berdua kembali ke dalam kelas untuk belajar kembali. Saat pulang sekolah aku tidak pulang sekolah melainkan pergi ke sebuah tempat. Aku membawa Alif ke sebuah danau, kami berdua pun turun dari mobil dan duduk didepan mobil sambil menikmati pemandangan danau. Aku memeluk Alif dengan erat dan berterimakasih karena setelah mengenalnya sekarang aku bisa merasakan apa arti dari sebuah perjuangan hidup, bagaimana susahnya mencari uang untuk menghidupi keluarga dan menjadi kepala keluarga, aku menangis dihadapannya dan dia mengapus air mata di pipiku, dan dia berkata kalau dia sudah menganggapku sebagai saudaranya sendiri.

Tak teras aku dan Alif sudah 10 tahun menjadi sahabat, sekarang Alif sudah menjadi orang sukses dia bekerja di perusahaan ayahku, bersamaku kami membangun sekolah untuk anak-anak kurang mampu, dan menjalankan bisnis makanan berdua. Sampai pada akhirnya aku dan Alif sama-sama mempunyai istri, pertemanan kami masih terus berjalan. Kami berdua sangat bahagian dengan persahabatan kami, susah dan senang akan kami alami bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar